Pembicara-seminar.com.Prof. Dr. Bustanul Arifin dikenal
sebagai salah seorang ekonom INDEF (Institute For Develoment of Economic and
Finance) serta pengajar di Universitas Lampung. Masa kecil ia lewati di
Bangkalan Madura kampung kelahirannya, hingga ia menamatkan jenjang Sekolah
Menengah Atas.
Awalnya Bustanul tak pernah membayangkan akan keluar dari Madura
bahkan kuliah di Fakultas Pertanian IPB. Karena ayahnya yang merupakan seorang
Kiai mengharapkan ia menjadi Kiai juga, sehingga Bustanul pun dipersiapkan
untuk sekolah di PGA dan melanjutkan kuliah di IAIN. Lulus dari SMP, Bustanul
melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Bangkalan, bukan PGA seperti yang
direncanakan bapaknya. Ia merupakan remaja yang berprestasi sehingga mendapat
kesempatan masuk IPB tanpa tes melalui program perintis 2. Undangan dari IPB
tersebut ia terima setelah mendapat izin dari bapaknya yang akhirnya
mengikhklaskannya tidak masuk sekolah agama.
GRATIS, Ikuti Program bimbingan Trained Entrepreneur klik https://www.suksesmatic.com/
Di IPB, pria kelahiran 1963 ini
mengambil Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Sosek). Saat kuliah ia bertemu
dengan mahasiwa-mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah dan beragam suku,
ia menemukan dunia yang berbeda dengan yang ia bayangkan, hal itu membentuk
perspektif baru, ia mulai menyukai ilmu ekonomi. Terlebih dosen ekonominya Drs.
Zulkifli Azzaino, M.Sc (almarhum) mengajarkan ekonomi dengan pendekatan logika
matematika, Bustanul semakin terkesan dan meyakini bahwa ekonomi bukanlah
hafalan tetapi logika, juga ketika membaca buku dosen UGM Prof. Dr. Mubyarto ia
semakin cinta kepada ilmu pertanian.
Kepedulian Bustanul terhadap masyarakat telah terlihat sejak awal karirnya, setelah menyandang gelar Sarjana tahun 1985, Bustanul diterima sebagai dosen di Universitas Lampung, tetapi belum mendapat SK dan gaji sehingga ia diijinkan menerima pekerjaan lain, yaitu membina masyarakat di lokasi transmigrasi di sebuah daerah terpencil di Aceh.
Kepedulian Bustanul terhadap masyarakat telah terlihat sejak awal karirnya, setelah menyandang gelar Sarjana tahun 1985, Bustanul diterima sebagai dosen di Universitas Lampung, tetapi belum mendapat SK dan gaji sehingga ia diijinkan menerima pekerjaan lain, yaitu membina masyarakat di lokasi transmigrasi di sebuah daerah terpencil di Aceh.
Bustanul
sangat menikmati pekerjaannya meskipun dalam kondisi yang serba minim dimana ia
hidup tanpa koran, televisi, listrik maupun radio dan jaraknya jauh dari kota.
Ia merasa sangat bermanfaat karena ilmu pertanian yang dipelajari sewaktu
kuliah sangat berguna untuk diajarkan kepada penduduk setempat. Tidak hanya
mengajarkan ilmu pertanian saja, Bustanul juga kerap mengisi ceramah agama
hingga mengajar SMP, ia dekat dengan berbagai lapisan masyarakat. Ia merasa
sangat bersyukur, tinggal di daerah terpencil mendapatkan fasilitas rumah dan
total penghasilan Rp. 400 ribu sehingga banyak yang bisa ia tabung.
Setelah satu tahun bekerja di aceh, SK sebagai dosen UNILA keluar dan iapun harus kembali ke lampung untuk mengajar, selanjutnya, ia lolos mendapatkan beasiswa di Universitas Wisconsin-Madison Amerika Serikat. Dalam proses seleksi menerima beasiswa, saingannya cukup berat dan bahasa inggrisnya juga tidak begitu cemerlang, bahkan ia mendapatkan reviewer seorang ahli antropolgi dari Universitas Indonesia yang dikenal killer, yaitu Prof. Dr. Parsudi Suparlan. Bustanulpun dicecar dengan berbagai pertanyaan tentang pengalamannya bekerja di pedalaman Aceh. Keberhasilan mendapatkan beasiswa didasari karena kejujuran Bustanul dalam menuliskan pengalaman-pengalaman yang didapatkannya di lapangan yang menjadi nilai tambah baginya untuk mendapatkan beasiswa.
Setelah satu tahun bekerja di aceh, SK sebagai dosen UNILA keluar dan iapun harus kembali ke lampung untuk mengajar, selanjutnya, ia lolos mendapatkan beasiswa di Universitas Wisconsin-Madison Amerika Serikat. Dalam proses seleksi menerima beasiswa, saingannya cukup berat dan bahasa inggrisnya juga tidak begitu cemerlang, bahkan ia mendapatkan reviewer seorang ahli antropolgi dari Universitas Indonesia yang dikenal killer, yaitu Prof. Dr. Parsudi Suparlan. Bustanulpun dicecar dengan berbagai pertanyaan tentang pengalamannya bekerja di pedalaman Aceh. Keberhasilan mendapatkan beasiswa didasari karena kejujuran Bustanul dalam menuliskan pengalaman-pengalaman yang didapatkannya di lapangan yang menjadi nilai tambah baginya untuk mendapatkan beasiswa.
Usai menamatkan S2, Bustanul melanjutkan pendidikan S3 di universitas yang sama di Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1995, setelah itu ia pulang ke Indonesia dan kembali mengajar di Unila. Tahun 1997, ia diperkenalkan oleh ekonom Didik Rachbini dengan INDEF. Ia turut membantu disitu dan kemudian akhrinya juga menjadi staf Ahli DPR dari Fraksi Golkar. Di sinilah ia mulai mendapatkan banyak network serta belajar menghubungkan antara policy dan proses, menghubungkan dunia akademik dengan yang terjadi di lapangan, juga sedikit belajar politik.
Pria yang meraih gelar profesor di tahun 2005 ini kemudian banyak dikenal sebagai salah satu ekonom dari INDEF seta menjadi pembicara dalam berbagai seminar. Saat ini sudah lebih dari 39 buku, 80 artikel jurnal ilmiah, 100 makalah internasional, dan lebih dari 500 makalah nasional ia tulis. Kini, di usianya yang setengah abad ia tidak memiliki ambisi berlebih, semua dijalankan sesuai alurnya dan mencintai pekerjaannya. Sesekali ia masih berkhotbah di lingkungan tempat tinggalnya ataupun di tempat lain. Ia merasa berguna jika dapat bermanfaat bagi orang lain.
Jika ingin mengundang Prof. Bustanul Arifin,
hubungi Dwijo 0813 1069 6307 email: pembicaraseminarzone@gmail.com
sumber: http://ipbmag.ipb.ac.id/profilalumni/0ef1986c541d71a0d47016c1764e0815/Bustanul-Arifin-Pengamat-Ekonomi-Pertanian