Jika Anda bekerja sebagai tukang sapu
jalanan, bekerjalah sebagaimana Michael Angelo melukis atau Shakespeare menulis
puisi, sehingga kelak segenap penghuni bumi akan tertegun dan berujar, “di sini
pernah hidup seorang tukang sapu yang melakukan tugasnya dengan sangat baik”.
(Marthin Luther King Jr)
Tahun baru seperti biasanya banyak orang
membuat resolusi untuk melakukan perbaikan dibanding tahun sebelumnya. Gairah
untuk menjadi lebih sukses begitu tinggi. Sayangnya banyak yang belum mampu
menjaga gairah agar tetap tinggi sepanjang tahun. Banyak yang dalam sebulan
gairah itu mulai menurun dan hidup seperti semula. Lantas gairah untuk sukses bangkit
lagi ketika tiba akhir tahun. Mudah-mudahan Anda tidak termasuk yang seperti
itu .
Ubaydilah Anwar |
Ubaydilah Anwar , penulis buku “Kompetensi Kunci dalam
Berprestasi” mengatakan, untuk menjadi orang yang kompeten di bidang apapun,
syarat pertama yang harus dimiliki adalah punya gairah yang kuat. Ibaratnya jika
orang memotong kayu dengan pedang yang tajam tetapi gairah anda
setengah-setengah, niscaya prosesnya pasti lama bahkan bisa gagal.
Begitu juga dengan keinginan untuk
berprestasi. Meskipun punya pengetahuan yang bagus, punya skill yang bagus,
punya fasilitas yang bagus, kalau gairahnya setengah-setengah, maka prestasinya
juga setengah-setengah, bahkan tidak berprestasi.
Karena itu, orang berprestasi di bidang
apapun, di mana pun, dengan latar belakang apapun, pasti mereka punya gairah
yang kuat untuk berprestasi. Tidak ada orang berprestasi yang gairahnya
setengah-setengah. Bahkan menurut para pejuang, peranan gairah ini jauh lebih
menentukan ketimbang intelektual.
Artinya, jika Anda hanya pintar saja, namun
malas, hanya bekerja menghabiskan jam kantor, hasil perjuangan Anda mungkin
tidak lebih bagus dibanding kalau Anda, misalnya, punya ilmu pas-pasan tetapi
punya gairah tinggi.
Menurut Ubaydilah, dalam teori kompetensi,
gairah ini masuk dalam pengertian motif. Motif
adalah sesuatu yang dipikirkan orang secara konsisten atau sesuatu yang
mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Fungsi motif ini antara lain
sebagai pendorong, pengarah dan penyeleksi.
Penjelasannya begini. Ketika Anda punya motif untuk meraih
prestasi, maka motif itulah yang akan mendorong
Anda untuk melakukan sesuatu. Jika punya motif untuk mendapatkan sesuatu, maka
motif itulah yang akan mengarahkan
tindakan untuk mendapatkannya.
Jika Anda punya motif yang kuat untuk
berprestasi di bidang yang sekarang Anda kerjakan, maka motif itulah yang akan menyeleksi tindakan mana yang mengarah
pada kegagalan dan tindakan mana yang mengarah keberhasilan, mana yang penting
dan mana yang tidak penting, mana yang utama dan mana yang tidak utama.
Jika kita belum memiliki dorongan untuk
melakukan sesuatu, belum punya arah tindakan yang jelas dan belum mampu
menyeleksi tindakan yang tepat untuk menuju cita-cita, maka kita belum memiliki
motif atau gairah yang tinggi.
Sekarang kita paham, kenapa orang yang
motifnya tidak kuat, langkahnya akan tidak teratur atau tidak selektif. Seperti
orang yang pergi rekreasi tanpa tujuan yang jelas. Awalnya ingin ke Ancol, di
tengah jalan membayangkan Ancol pasti macet, lantas belok menuju TMII, namun
ketika menjelang sampai TMII, jalanan macet juga, akhirnya balik lagi ke rumah.
Orang yang motifnya kuat, juga akan mudah
menjalankan disiplin diri. Disiplin ini bukan sekedar tepat waktu dalam memulai
kegiatan melainkan disiplin dalam memilah mana kegiatan yang harus dijalankan
dan mana yang harus disingkirkan. Mereka
bisa membedakan mana yang penting dan mana yang tidak penting untuk dirinya.
Jika orang sudah bisa membedakan ini, berarti kebiasaan hidupnya menjadi efektif.
Jika Anda seorang pelaku bisnis, pasti begitu
banyak tawaran bisnis dari relasi Anda. Hati-hatilah
menyeleksi tawaran bisnis. Apabila Anda belum punya motif dan gairah untuk menetapkan
kemana bisnis akan dikembangkan, sangat boleh jadi Anda akan mudah tergiur
untuk membuka bisnis baru, sementara bisnis yang tengah dikembangkan akan
terbengkelai.
Ada orang yang semula membuka bengkel
motor, lantas tergiur bisnis kuliner. Ketika kuliner sepi, ia melihat peluang
lain berupa bisnis laundry kiloan. Demikian berganti-ganti sampai akhirnya
menyimpulkan bahwa usaha bengkel yang lebih tepat untuk dirinya. Ini terjadi
karena motifnya semata-mata melihat prospek laba usahanya saja, bukan gairah
untuk berkarya di bidang yang cocok bagi dirinya. Orang yang sudah terpanggil
untuk hidup di dunia perbengkelan, ia akan bergairah untuk mengembangkan
bengkel, entah bagaimana caranya. Dan barang siapa bergairah mengembangkan
suatu bisnis niscaya akan ada rejeki yang cukup untuknya. Bahkan seorang tukang
sapu pun jika bekerja dengan gairah sepenuh hati, rejekinya akan cukup bahkan
akan dikenang oleh banyak orang akibat kehebatannya dalam menyapu jalan,
sebagaimana pesan Marthin Luther King Jr di awal tulisan ini.
Bambang Suharno
0 komentar: