Artikel oleh : Ubaydillah Anwar
Berbicara di depan umum termasuk “enemy” yang
paling menakutkan bagi banyak orang.
Bagi sebagian orang, ada yang lebih baik memilih disuruh mengerjakan
pekerjaan kasar berkali-kali ketimbang harus naik podium untuk bicara. Malah
kalau melihat hasil riset yang sudah begitu populer, temuannya lebih gila lagi.
Berbicara di depan umum, menurut temuan itu, menempati urutan pertama ketakutan
manusia dan nomer duanya barulah kematian.
Rasa takut jelas tidak bisa dihilangkan dari dada.
Ketika rasa itu telah hilang, berarti kesempurnaan kita sebagai manusia yang
tidak sempurna telah dipertanyakan. Pembicara paling top di dunia pun tetap
punya rasa takut. Tanyalah ke mereka kalau tidak percaya. Sama seperti
pembalap. Jika dikira mereka tak takut mati lagi meski aksinya kerap “menantang
maut”.
Rasa takut hanya bisa dikuasai. Seperti kata Mark
Twin, pemikir asal Irlandia, berani itu bukan berarti tak ada lagi rasa takut,
tetapi mampu mengatasi rasa itu. Bagaimana caranya? Ada tak terhitung cara yang
bisa kita lakukan yang sumbernya dari berbagai pengalaman. Pengalaman dan hasil
pengamatan saya di bawah ini semoga bisa membantu Anda.
Pertama, kebiasaan. Kemampuan
seseorang mengatasi rasa takut semakin bagus seiring dengan kebiasaan yang
dijalaninya atau yang diamatinya. Kebiasaan di sini termasuk tradisi keluarga
atau lingkungan. Anak keluarga pelaut yang tinggal dekat laut akan lebih
terlatih mengatasi rasa takut laut. Anak yang besar di lingkungan pebisnis akan
lebih mudah berani berbisnis.
Manusia adalah makhluk pembelajar, baik belajar dari pengalamannya atau
belajar dari pengalaman orang lain.
Apa artinya ini bagi kita? Untuk melatih kemampuan
menangani rasa takut, langkah yang bisa kita lakukan adalah membiasakan diri di
depan umum dalam berbagai forum atau dengan berbagai cara. Misalnya, Anda
bertanya, Anda menanggapi, Anda menyampaikan pendapat, dan seterusnya. Usahakan
forumnya formal sebab ada perbedaan antara Anda bicara dalam suasana biasa
dengan ketika formal. Untuk menambah kebiasaan, lakukan latihan sendiri,
simulasi sendiri, dan berkali-kali. Lihat juga pada sejumlah contoh yang cocok
bagi Anda.
Kedua, keahlian. Seorang pilot berani
menerbangkan besi segede itu bukan karena telah berani nekat mati. Rasa takut
tetap ada. Yang bisa membuat mereka mampu mengatasi rasa takut adalah ilmunya
atau keahliannya. Demikian juga para pelaku atraksi ekstrim. Darimana keahlian
didapat? Keahlian kita dapatkan dari mempelajari teori dan konsep kemudian
mempraktekkan keduanya dalam jumlah yang tak terhitung. Seperti kata Aristotle
ratusan tahu lalu, kesempurnaan itu bukan hasil dari aksi yang sekali jadi,
tapi buah dari latihan yang dibiasakan. “Excellence than is not an action, but
habit. Semakin bagus skill kita dengan bukti-buktinya, maka semakin kuat pula
kemampuan kita mengatasi rasa takut. Bacalah tip dari sejumlah artikel, bacalah
buku, bacalah teori, lalu teorikan praktik Anda. Dalam dua tahun kita berlatih,
perubahan pada kemampuan sudah bisa Anda rasakan. Trust me!
Ketiga, penyiasatan. Jika Anda belum punya
kebiasaan lalu keahlian pun masih minim, maka lakukanlah penyiasatan.
Penyiasatan ini banyak sekali jurusnya. Yang sangat mendasar adalah persiapan
yang sempurna, lalu arahkah fokus pikiran pada tugas Anda yang obyektif. Coba
Anda tanya ke diri sendiri, apa tugas Anda? Tugas Anda adalah menyampaikan
pesan yang menarik buat audien. Pikirkan apa pesannya, bagaimana disampaikan,
lalu bayangkan respon audien. Batasi pikiran Anda agar memikirkan hal ini saja.
Rasa takut akan muncul dan semakin tak terkontrol apabila Anda terbawa untuk
memikirkan asumsi-asumsi subyektif yang Anda buat sendiri, misalnya bagaimana
nanti kalau salah, apa kata audien mengenai saya, bagaimana kalau si anu
melihat, dan seterusnya. Semakin lair Anda mengembangkan asumsi subyektif yang
Anda bikin sendiri, semakin mencengkeramlah rasa takut itu.
Cara yang keempat sampai ke yang sembilan ratus
sembilan puluh sembilan adalah lakukan dan yang ke seribu adalah jam terbang.
Berani coba?
0 komentar: